Wonderkid alias anak ajaib. Predikat itulah yang disematkan dunia kepada Maria Teresa Calderon pada 1969. Pada usia 15 tahun, namanya tercatat di Britannica Encyclopedia dan Guinness World Records sebagai pembaca tulisan tercepat di dunia. Kini, 44 tahun berlalu, belum ada manusia yang sanggup memecahkan rekornya.
RUANG pertemuan utama di Hotel Manila tampak riuh. Siang itu (29/10), hotel ikonis yang berdiri sejak 1912 di pusat Kota Metro Manila, Filipina, tersebut menjadi tempat perjamuan makan siang seusai penganugerahan gelar doctor honoris causa dari Arellano University kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.
Sekitar 300 orang tampak asyik dengan aktivitas masing-masing. Sebagian makan siang di meja. Sebagian lainnya tampak berdiri sambil minum soft drink dan beramah-tamah. Alunan musik jazz yang enak di telinga menambah meriah suasana.
Namun, di salah satu meja bundar, seorang perempuan terlihat serius membaca sebuah buku. Denting suara sendok dan garpu serta derai tawa para tamu seolah tak mampu mengusiknya. Jarinya dengan cepat membalik lembar demi lembar buku yang dibacanya. Seperti melihat sekilas-sekilas saja.
“Finish,” ujarnya semringah saat Jawa Pos (induk koran ini) bergabung di mejanya. Hanya dalam beberapa menit, buku jurnal penelitian itu disantapnya sampai tuntas. Tidak hanya bisa membaca dengan cepat, dia juga mampu memahami isinya.
Itulah Maria Teresa Calderon (59), saat memperlihatkan kemahirannya membaca supercepat. Perempuan yang kini menjabat dekan Pendidikan Pascasarjana Arellano University Filipina tersebut sampai kini tercatat sebagai pemegang rekor dunia membaca tercepat versi Guinness World Records. Rekor itu dicatatnya 44 tahun silam, saat dia masih berumur 15 tahun.
Dengan kemampuan photographic memory-nya yang luar biasa, Maria bisa melakukan hal yang terlihat mustahil itu. Kemampuannya tersebut memungkinkannya memotret satu lembar buku dalam hitungan detik dengan melihatnya sekilas saja, lantas disimpan di memorinya. “Ini anugerah Tuhan,” katanya.
Maria lahir dari keluarga berada di Filipina. Ayahnya, Jose D Calderon, adalah seorang pengusaha di bisnis migas dan tambang emas. Sedangkan Belen Calderon, ibunya, seorang sejarawan dan politikus. Pada 1969, di usia 15 tahun, Maria yang merupakan anak keempat di antara enam bersaudara diajak kakak tertuanya ke Amerika Serikat (AS). Saat itu, di beberapa universitas di AS, ada tren kursus membaca cepat (speed reading).
Maria pun mengikuti kursus di Northwestern University Chicago, AS. Saat pertama masuk, kecepatan membacanya hanya 293 kata per menit dengan daya serap atau pemahaman 80 persen. Namun, bakat besarnya membuat kemampuannya melesat hingga 50.000 kata per menit dengan pemahaman 100 persen. Misalnya, ketika disodori buku tentang golf, Maria melahapnya dengan kilat. Setelah itu dia bisa menjelaskan detail aturan permainan golf di buku tersebut.
Setelah kursus selama enam bulan di bawah bimbingan Dr Florence Schale, pakar speed reading di AS, Maria mencapai kemampuan terbaiknya. Saat diuji di hadapan para guru besar Northwestern University, gadis 15 tahun itu mampu mencatat rekor 80.000 kata per menit dan satu lembar buku per detik. Kecepatan tersebut bisa dicapai dengan suasana yang kondusif di ruangan yang sangat senyap, tanpa gangguan suara.
Prestasinya itulah yang lantas dicatat sebagai rekor dunia di Britannica Encyclopedia dan Guinness World Records. Sejak itu sudah tidak terhitung orang yang mencoba memecahkan rekor Maria tersebut. Di AS, dari berbagai lomba speed reading yang diadakan kampus-kampus, prestasi terbaik ada di kisaran 20.000-30.000 kata per menit. Belum ada yang mampu melampaui catatan rekor Maria.
“Jadi,” kata Maria sambil tersenyum, “sampai sekarang saya masih secara resmi pemegang rekor dunia membaca cepat.”
Saat menyampaikan pidato pengukuhan doctor honoris causa, Dahlan Iskan sempat berkelakar bahwa pidatonya akan disampaikan dalam bahasa Inggris. Namun, mantan direktur utama PLN tersebut meminta maaf jika kemampuan membacanya tidak sehebat Maria Teresa Calderon sebagai pemegang rekor dunia. Mendengar itu, Maria yang sebelumnya membacakan biodata Dahlan tertawa lebar.
Maria mengakui, kemampuan photographic memory yang dimilikinya merupakan anugerah Tuhan. Beberapa tokoh dunia juga dikenal memiliki kemampuan istimewa seperti dirinya. Misalnya John Stuart Mill, ekonom dan filsuf Inggris pada abad ke-19. Dia mampu membaca 37.000 kata per menit. Sedangkan Presiden Ke-26 AS Theodore Roosevelt dikenal mampu membaca satu halaman buku dalam sekejap. “Tapi, semua orang bisa mempelajari speed reading ini,” terang dia.
Bagaimana caranya? Maria memberikan beberapa tip. Pertama, saat membaca buku, koran, majalah, atau apa saja, tidak perlu menggerakkan bibir. Cukup membaca dalam hati. Kedua, kepala tidak perlu digerakkan ke kanan dan kiri, cukup mata yang bergerak. Ketiga, usahakan mata langsung melihat 3-5 kata sekaligus. Atau jika membaca koran yang disusun dalam kolom-kolom, mata langsung melihat satu kolom sekaligus.
Tip lainnya, posisi badan saat membaca harus nyaman. Jarak mata dan bahan bacaan juga harus diatur senyaman mungkin. Pencahayaan harus bagus. “Terakhir, harus konsentrasi. Itu syarat utama. Sebab, percuma saja kita membaca cepat kalau tidak mengerti isinya,” tutur dia.
Maria menambahkan, ada beberapa alat atau instrumen yang bisa digunakan untuk melatih kecepatan membaca seseorang. Mulai printer dengan kertas yang gerakannya bisa diatur sehingga kita terlatih untuk mengikuti kecepatan kertas itu, software yang bisa diinstal dalam komputer, maupun alat sederhana seperti kartu nama yang dilubangi tengahnya.
Maria mengakui bahwa tidak semua orang bisa membaca secepat dirinya. Namun, dia meyakinkan, jika diasah dan dilatih terus-menerus, kemampuan baca seseorang yang rata-rata 250 kata per menit bisa terus bertambah.
Sejak dinobatkan sebagai pemegang rekor pembaca tercepat di dunia pada 1969, Maria telah ribuan kali diundang untuk berbagi pengalaman dan memberikan pelatihan. Para peserta pelatihannya pun beragam, mulai pejabat tinggi negara seperti Presiden Ferdinand Marcos (1965-1986), top executive berbagai perusahaan, dosen, mahasiswa, pelajar, termasuk para karyawan perusahaan. Selain di Filipina, dia memberikan pelatihan di AS, Hongkong, Singapura, Indonesia, dan beberapa negara lainnya.
Di Indonesia, sejak 1980-an, Maria telah diundang beberapa perusahaan migas seperti Pertamina, Caltex (kini Chevron), serta beberapa perusahaan perbankan untuk memberikan pelatihan speed reading kepada jajaran manajemen maupun karyawannya. Tentu saja Maria punya cerita menarik terkait dengan kemampuan photographic memory-nya. Saking cepatnya membaca, dia sampai kesulitan untuk mencari buku baru di perpustakaan kampus. Sebab, semua buku yang digemarinya sudah habis dibaca. Mulai psikologi, filsafat, antropologi, edukasi, hingga teologi.
Karena itu, Maria lantas sering pergi ke toko buku. Ketika mengantar teman atau keluarganya berbelanja buku, sambil menunggu, dia lantas memilih buku yang disukainya. Dalam hitungan beberapa menit saja, isi satu buku sudah habis dibacanya. Setelah itu dia bisa mengambil buku lain dan menyelesaikan membacanya dalam beberapa menit. “Jadi, saya tidak perlu membeli buku karena sudah selesai saya baca di situ juga,” ujarnya lantas terkekeh.
Sumber:http://beritaperpustakaan.wordpress.com/2013/11/12/selembar-buku-hanya-sedetik-presiden-marcos-pun-jadi-murid/
© 2019 Perpustakaan BSN. All Rights Reserved.
Powered by SLiMS.