Naskah kuno yang menjadi warisanbudaya Indonesia jumlahnya terbilang banyak. Berdasarkan data, koleksi naskah kuno Nusantara di Perpustakaan Nasional RI mencapai tak kurang dari 12.136 naskah.
Banyaknya naskah kuno sekaligus menunjukkan beragamnya budaya yang ada di Indonesia.
Hal itu terlihat misalnya bila menengok bahasa yang terdapat dalam naskah-naskah kuno tersebut, yakni bahasa Jawa dan Jawa Kuno (44,55 persen), bahasa Arab (22,60 persen), bahasa Bali (13,91 persen), bahasa Melayu (13,44 persen), dan bahasa Sunda (3,50 persen).
Ketua Umum Masyarakat Naskah Nusantara periode pertama (1996-2000 dan 2000-2004), Prof. Dr. Achadiati Ikram mengatakan, bangsa Indonesia sepatutnya bersyukur memiliki warisan naskah kuno yang begitu kaya.
Naskah itu dipandangnya berguna sebagai tempat mencari identitas dari masa lalu yang begitu kaya.
”Adalah tugas kita untuk mengungkap masa lalu itu. Bukan hanya untuk diketahui, melainkan juga untuk memahami kesalahan-kesalahan yang pernah kita buat sekaligus meniru hal-hal baik yang pernah kita lakukan,” katanya dalam webinar bertajuk ”Peringatan Seperempat Abad Manassa dan Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara ke-18”, Rabu 25 Agustus 2021.
Dari sekian naskah yang berhasil dikumpulkan, menurut dia, tidak semuanya terungkap makna-maknanya. Dengan demikian, setiap pihak yang terkait perlu memikirkan untuk mengembangkan studi naskah kuno pada masa yang akan datang.
”Kemudian juga mempunyai suatu pemikiran untuk mengarahkan studi naskah itu pada tempat-tempat yang ada studi filologi,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, tak banyak universitas yang memiliki Program Studi Filologi. Meskipun demikian, Achadiati memercayai bahwa kajian-kajian terhadap naskah kuno itu bisa dilakukan dengan lintas program studi, seperti dengan studi sejarah dan studi mengenai Indonesia.
”Saya percaya, kita akan dapat mengembangkan studi pernaskahan dan studi filologi ini supaya menjadi sumber pengetahuan tentang sejarah kita pada masa lampau,” ujarnya.
Jadi prioritas
Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bando, memastikan bahwa pengolahan naskah kuno Nusantara menjadi prioritas pertama bagi lembaga yang dipimpinnya itu. Naskah kuno Indonesia dikatakannya merupakan bagian dari identitas dan simbol kemajuan bangsa.
Menurut dia, naskah kuno memiliki data sejarah penting, terutama bila melihat dari usia naskah itu yang telah hadir sebelum era kolonialisme Eropa pada abad ke-16.
Baginya, mempelajari naskah kuno dapat berperan untuk mewacanakan tentang peradaban Indonesia yang sebenarnya terbilang tinggi sebelum kolonialisme hadir.
Ia kemudian mencontohkan tentang ekspedisi Columbus pada abad ke-15. Pada periode waktu yang sama, telah berdiri Dinasti Syailendra dan juga Candi Borobudur.
Pakar Filologi dari Universitas Hasanuddin, Prof. Nurhayati Rahman, mengatakan, naskah kuno ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Hal itu menunjukkan bahwa pada masa lalu, setidaknya telah ada tradisi tulis menulis. Sebagian masyarakat Nusantara tak buta huruf.
”Dulu selalu kita mengatakan bahwa budaya Jawa kurang bersentuhan dengan budaya Bugis, Makassar. Tetapi, dalam beberapa penelitian saya, ternyata saya menemukan di Bone, Naskah Cekele. Lalu, saya kemudian saya otak-atik koleksi Perpustakaan Leiden, ada juga Naskah Cekele di situ. Itu memperlihatkan bahwa zaman dulu, naskah-naskah ini masuk, berinteraksi dengan berbagai suku, lalu menjadi perekat integrasi dan persatuan antara etnis yang ada di Nusantara,” ujarnya.
Ia mengatakan, Naskah Cekele berawal dari tradisi lisan. Kemudian, tradisi lisan itu dituliskan, lalu disebarkan ke publik melalui pertunjukan-pertunjukan yang diiringi nyanyian dengan alat musik, seperti kecapi. Bisa didendangkan bermalam-malam bila ada pesta.
Sumbangsih
Ketua Umum Manassa, Dr. Munawar Holil, menyatakan bahwa potensi kajian para aktivis dan peneliti Manassa selama ini luar biasa dan sangat strategis bagi kehidupan berbangsa dan berbudaya.
Hal itu lantaran kajian-kajian tersebut bersentuhan langsung dengan sumber-sumber lokal yang khas, berupa naskah-naskah kuno, dan mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti pengobatan, sejarah sosial, kehidupan politik, perkembangan keagamaan, budaya lokal, adat istiadat, dan lain-lain.
”Meluasnya kajian pernaskahan Nusantara dalam berbagai bidang tersebut, sedikit banyak Manassa dapat memberikan sumbangsih dalam menyikapi problematika terkini, baik dalam bidang kemanusiaan, kebangsaan, maupun kebudayaan nasional,” tutur dosen Universitas Indonesia itu.
Ketua Panitia Peringatan Seperempat Abad Manassa Mahrus eL-Mawa menyatakan, kegiatan bertema ”Naskah Nusantara: Identitas, Kebangsaan, dan Literasi Budaya” itu merupakan sumbangsih Manassa kepada masyarakat Indonesia mengenai peran penting keberadaan naskah kuno Nusantara saat ini.
Harapannya, apa yang tertulis dalam naskah kuno itu tidak hanya sebagai sesuatu yang terjadi pada masa silam, tetapi juga dapat menjadi salah satu panduan dalam menyelesaikan sejumlah permasalahan bangsa pada masa pandemi ini.
Ia mengungkapkan, kegiatan ini diikuti oleh setidaknya 500 peserta. Sementara itu, untuk simposium, selama dua hari penyelenggaraan, tersaji 30 topik yang akan mendiskusikan berbagai persoalan terkini dengan merujuk pada sumber-sumber naskah kuno.
Topik-topik tersebut dikelompokkan dalam 9 panel diskusi daring, yakni Kebangsaan dan Keragaman dalam Naskah; Filologi, Generasi Muda, dan Tantangan Era Digital; Jalur Rempah dan Budaya Bahari dalam Naskah; Kosmopolitanisme Nusantara dalam Naskah; Geliat Komunitas Pernaskahan Nusantara; Isu Perempuan dalam Naskah Nusantara; Naskah Nusantara dan Keluasan Wawasannya; Daulat Perempuan Nusantara dalam Naskah; serta Lingkungan Hidup dan Industri Kreatif dalam Naskah Nusantara.
Selain pemakalah, simposium akan menghadirkan lima pembicara kunci, yaitu Prof. Dr. Achadiati Ikram (Universitas Indonesia), Drs. Muhammad Syarif Bando, MM (Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia), Prof. Dr. Nurhayati Rahman (Universitas Hasanuddin), Prof. Dr. Oman Fathurahman (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Dr. Pramono (Universitas Andalas).
”Penyelenggaraan simposium ini terlaksana atas kerja sama antara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Manassa, program Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAM-SEA), dan Kementerian Agama RI,” katanya.
Sumber: https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-012472315/seperempat-abad-masyarakat-pernaskahan-nusantara-merawat-naskah-mengabadikan-kearifan-lokal
© 2019 Perpustakaan BSN. All Rights Reserved.
Powered by SLiMS.