Kesenjangan digital antar daerah di Indonesia dalam mengadopsi teknologi untuk meningkatkan ekonomi, masih terbentur sejumlah aspek fundamental, walaupun pertumbuhan adopsi digital untuk jual-beli ini sudah tumbuh signifikan selama pandemi COVID-19.
Setidaknya, ada tiga kesenjangan digital di Indonesia yang perlu menjadi perhatian publik, terutama para pelaku industri teknologi informasi (IT), kata Nailu Huda, ekonom Institute Development of Economics and Finance (INDEF).
Pertama, aspek infrastruktur. Huda menuturkan, terlepas dari tingkat penetrasi Internet yang meningkat pesat, Indonesia hanya menempati peringkat ke-57 dari 100 negara dalam indeks Internet Economist Intelligence Unit berdasarkan skor gabungannya pada ketersediaan, keterjangkauan, relevansi, dan kesiapan Internet.
Ini tentu perlu perhatian khusus. Mengingat geografis Indonesia adalah negara kepulauan, butuh kerja keras ekstra agar semua daerah-daerah dapat menikmati penetrasi Internet secara merata.
Aspek selanjutnya yang tak kalah penting butuh perhatian khusus adalah human capital, atau sumber daya manusia. “Presiden Joko Widodo mengungkapkan untuk mempercepat ekonomi digital, Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta individu untuk berperan sebagai 'bakat digital',” kata Huda dalam forum online “Laying Digital in The Heart of Economic Recovery” yang diadakan CTI Group.
Karena itu, menurut Huda, sebagai pelaku industri, membagi informasi dan keahlian digital kepada para pelaku bisnis, baik dari skala perusahaan sampai usaha mikro kecil menengah (UMKM) bisa dilakukan untuk membentuk masyarakat yang unggul terhadap teknologi digital.
Lalu, aspek yang ketiga adalah masalah penggunaan. Menurut data INDEF, sektor ekonomi digital masih menguntungkan pihak-pihak masyarakat pulau Jawa dengan peningkatan jumlah e-commerce dan fintech.
“Data terakhir, masyarakat yang menggunakan fintech itu biayanya disalurkan ke masyarakat di pulau Jawa, bahkan ada yang di luar pulau Jawa kontribusinya cuma 1 persen,” jelas Huda.
“Oleh karena itu kesenjangan digital perlu diturunkan terlebih dahulu, sehingga transformasi dan ekosistem digital itu berkembang secara optimal. Tanpa adanya perbaikan digital divide, pembangunan ekosistem yang dijalankan pemerintah itu tidak bisa optimal.”
Indonesia telah menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan Google, Temasek, dan Bain & Company (2020), pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia diperkirakan akan mencapai 124 miliar dolar AS pada 2025.
Di tahun 2022 ini, pemerintah punya rencana untuk mendorong perluasan penetrasi internet di Indonesia, kata Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan, yang turut hadir dalam forum online yang sama.
“Tahun depan, sektor infrastruktur dasar termasuk digital telah masuk ke dalam 6 fokus utama dalam kebijakan APBN 2022 sesuai yang disampaikan Presiden Joko Widodo,” kata Prastowo. “Mudah-mudahan dengan perhatian yang semakin besar, alokasi yang semakin tinggi, disertai dengan penyerapan yang baik dan outcome yang terukur kita bisa bertransformasi.”
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memasang rencana untuk menjadikan jaringan seluler 4G LTE sebagai bagian infrastruktur utama untuk mendorong digitalisasi. Lewat program Universal Service Obligation (USO), Kominfo mendorong operator seluler untuk membangun menara pemancar 4G LTE di daerah terdalam, terluar, hingga terpencil (3T) di Indonesia.
Infrastruktur berbasis kabel fiber optik juga tetap dikembangkan lewat proyek Palapa Ring. Pemerintah juga mendorong pemerataan sarana telekomunikasi lewat satelit.
Sumber: https://kumparan.com/kumparantech/3-kesenjangan-yang-bikin-ekonomi-digital-indonesia-belum-maksimal-1wX3eWSwN6E/full
© 2019 Perpustakaan BSN. All Rights Reserved.
Powered by SLiMS.