Secara umum, stigma merujuk pada tanda rasa malu atau mendiskreditkan. Dalam perspektif sosiologi terkhusus di teori labeling, stigma kesehatan mental dapat dikonseptualisasikan sebagai diskredit yang ditetapkan pada mereka yang mengalami gangguan emosional, kemudian mendapat label, stereotip, hingga diskriminasi.
Diri sendiri sering menganggap stigma sebagai penilaian yang berasal dari orang lain. Akan tetapi, fakta yang ada bisa menginternalisasi perasaan orang lain atau masyarakat luas. Tidak jarang kasus demikian dapat menghantarkan pada gerbang self-stigma (stigma diri).
Self-stigma dapat membuat seseorang merasa malu. Hal ini lalu berimbas pada harga diri rendah serta mengikis keyakinan dan efikasi diri dalam keinginan untuk mencapai sesuatu. Dengan demikian, penting mengetahui seluk beluk self-stigma untuk menghindari praktik menyesatkannya.
Self-stigma adalah keyakinan negatif yang individu pegang tentang dirinya sendiri. Ironisnya, orang dengan kondisi mental sering mengalami stigma kesehatan mental yang nampaknya sudah mendarah daging dalam budaya masyarakat luas.
Menurut studi dalam the Canadian Journal of Psychiatry, contoh stigma sendiri mencakup beberapa aspek, meliputi:
Seiring berjalannya waktu, orang yang hidup berdampingan dengan stigma semacam itu, akan mengembangkan pola pikir yang merujuk pada self-stigma. Singkatnya, self-stigma menjadikan seseorang percaya akan aspek stigma, sekalipun sifatnya destruktif.
Dilansir National Alliance on Mental Illness, terdapat empat jenis self-stigma. Di antaranya sebagai berikut.
Pengasingan
Self-stigma dapat membuat seseorang merasa putus asa atau terasing dari orang-orang sekitar dalam setting masyarakat. Contoh kasus self-stigma pengasingan adalah:
Stereotip
Self-stigma tipe stereotip menjadikan seseorang berpikir "tidak perlu repot" berkecimpung dalam kehidupan esensial, seperti bekerja atau menjalin hubungan asmara. Hal ini dinilai tidak mungkin akan tercapai. Contoh dukungan terhadap stereotip, meliputi:
Diskriminasi
Orang dengan self-stigma juga menghadapi pengalaman akan diskriminasi sosial. Ini dapat menyebabkan seseorang merasa selalu mendapatkan diskriminasi, padahal sebenarnya tidak. Contoh situasinya sebagai berikut:
Penarikan sosial
Berurusan dengan stigma dan stigma diri dapat membuat individu yang bersangkutan menjauhkan diri dari orang lain. Ini dikenal dengan penarikan sosial yang ditandai dengan:
Self-stigma dapat berdampak nyata terhadap kualitas hidup. Mereka yang terjebak dengan self-stigma merasa tidak layak atas hak dalam masyarakat, mencakup:
Individu dengan self-stigma cenderung tidak mencari bantuan perawatan, termasuk menjalani sesi konseling dengan ahlinya. Pada gilirannya, pilihan yang kurang bijak ini justru hanya akan memperkuat perasaan self-stigma.
Penelitian menegaskan bahwa self-stigma memengaruhi keputusan individu dalam mencari pengobatan. Persepsi yang dipegang oleh individu bahwa dia tidak dapat diterima secara sosial dapat menyebabkan penurunan harga diri.
Self-stigma secara konseptual berbeda dari pelabelan lainnya. Mekanisme self-stigma secara unik memprediksi sikap terhadap pencarian bantuan psikologis.
Artinya, citra negatif yang diekspresikan oleh masyarakat terhadap mereka yang mencari layanan psikologis bisa diinternalisasi. Akibatnya, mereka memilih melepaskan layanan psikologis untuk mempertahankan citra positif di masyarakat.
Mengubah sikap dan keyakinan tentang diri sendiri mungkin terkesan sulit untuk dijalani. Namun, bukan berarti hal tersebut mustahil untuk dilakukan.
Dua pendekatan sederhana yang dapat diterapkan guna menghalau self-stigma, ialah:
Self-stigma adalah keyakinan negatif tentang diri sendiri. Situasi ini sangat umum terjadi pada orang-orang dengan penyakit mental. Karena bisa berdampak nyata pada kualitas hidup, penting bagi siapa pun untuk berupaya menghadapinya.
Jika saat ini kamu tengah terjebak dalam self-stigma, beberapa upaya sederhana seperti mengkompilasi fakta dan mempertimbangkan berbagi diagnosis dengan teman yang dapat dipercaya dapat dilakukan. Kamu juga bisa memanfaatkan layanan berbasis psikologis, termasuk terlibat aktif dalam sesi konseling untuk memanajemen situasi yang tengah berkecamuk. Jangan biarkan stigma diri membuatmu semakin terpuruk, ya!
Sumber: https://www.idntimes.com/health/fitness/indri-yani-4/fakta-terjebak-self-stigma-c1c2-1/5
© 2019 Perpustakaan BSN. All Rights Reserved.
Powered by SLiMS.