Sekarang, Artificial Intelligence (AI) tak lagi menjadi teknologi yang hanya bisa digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Beberapa tahun belakangan, semakin banyak teknologi berbasis AI yang bisa digunakan oleh masyarakat umum, seperti facial recognition, filter spam pada email, sampai voice assistant.
Di Indonesia pun, hype terkait AI menunjukkan tren naik. Namun, AI sebenarnya merupakan istilah yang sangat luas. Karena itulah, dalam artikel ini, saya akan membahas apa itu AI yang terdiri dari dua jenis AI, yaitu Artificial General Intelligence (AGI) dan Artificial Narrow Intelligence (ANI).
Artificial General Intelligence (AGI)
Secara sederhana, Artificial General Intelligence (AGI) merupakan AI yang memiliki kecerdasan seperti manusia dan dapat memahami segala sesuatu di sekitarnya layaknya manusia. Sesuai namanya, AGI memiliki kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah berkat kemampuannya untuk belajar.
Keberadaan AGI dipopulerkan dalam berbagai cerita science-fiction, seperti 2001: A Space Odyssey, The Matrix, dan The Terminator. Namun, saat ini, AGI tidak lebih dari angan-angan dan masih belum bisa direalisasikan.
Dalam cerita sci-fi, AGI bisa digambarkan sebagai sesuatu yang menakutkan: musuh manusia yang ingin menghancurkan dunia atau memperbudak umat manusia. Sebaliknya, AGI juga bisa diceritakan sebagai sesuatu yang positif, menciptakan masyarakat yang adil dan bebas dari penderitaan, seperti yang disebutkan oleh ZDNet.
Ketika ditanya kapan AGI akan bisa menjadi nyata, Rodney Brooks, ahli robotik dari MIT dan Co-founder dari iRobot menjawab, “AGI baru akan bisa direalisasikan pada tahun 2300. Dan Brook bukan satu-satunya orang yang percaya, AGI bukanlah sesuatu yang akan bisa diciptakan dalam waktu dekat”.
Baik Geoffrey Hinton and Demis Hassabis juga percaya, teknologi AGI masih jauh dari jangkauan manusia. Hinton merupakan Cognitive Psychologist dan Computer Scientist. Sejak 2013, dia membagi waktunya untuk bekerja di Google dan University of Toronto. Sementara Hassabis adalah CEO dari DeepMind Technologies.
Walau sejumlah akademisi terlihat pesimistis akan kemunculan AGI, tetap ada peneliti dan akademisi yang percaya, teknologi AGI akan bisa dicapai dalam waktu 10 tahun ke depan. Salah satunya adalah Richard Sutton, Professor of Computer Science di University of Alberta, menurut laporan McKinsey.
Pada 2017, Sutton mengatakan bahwa jika manusia berhasil membuat AI yang dapat berfungsi layaknya manusia, hal ini tidak hanya akan menjadi pencapaian penting di bidang ilmu pengetahuan, tapi juga akan memberikan dampak besar di bidang ekonomi. Menurutnya, kemungkinan manusia bisa merealisasikan AGI pada 2030 hanyalah 25%, pada 2040 50%, dan kemungkinan AGI tidak pernah bisa direalisasikan adalah 10%.
Membuat AGI bukanlah hal yang mudah. Karena, untuk bisa disebut sebagai AGI, sebuah AI harus memenuhi berbagai kriteria. Salah satunya, memiliki "indera" layaknya manusia.
Saat ini, AI memang bisa mengenali dan mengelompokkan objek, berkat computer vision. Hanya saja, jika dibandingkan dengan mata manusia, kemampuan "melihat" dari sebuah AI masih sangat terbatas. Contohnya, AI untuk self-driving car tidak akan mengenali rambu berhenti jika ia ditempeli dengan selotip hitam.
Selain itu, sebuah AGI juga harus memiliki kemampuan motorik layaknya manusia. Seorang manusia bisa dengan mudah mengambil kunci dari kantong celananya. Walau terkesan sederhana, tugas seperti ini biasanya tidak bisa dilakukan oleh robot dengan mudah. Tak berhenti sampai di sana, AGI juga harus dapat memahami input berupa bahasa natural dan bukannya bahasa programming. Karena, untuk bisa memahami pola pikir manusia, AI harus bisa mencerna berbagai sumber informasi, mulai dari artikel, buku, sampai video.
Kemampuan lain yang harus dimiliki oleh AGI adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Idealnya, ketika menghadapi masalah, sebuah AGI dapat mengidentifikasinya dan menemukan solusi yang tepat. Sebagai contoh, jika AGI menyadari bahwa lampu di sebuah ruangan rusak, ia harus tahu bahwa ia harus mengganti lampu itu sendiri atau menghubungi orang yang bisa mengganti lampu di ruangan. Sampai saat ini, belum ada AI yang memiliki kemampuan untuk mengenali dan mengatasi banyak masalah.
Artificial Narrow Intelligence (ANI)
Kebalikan dari AGI adalah Artificial Narrow Intelligence (ANI). Biasanya, ANI juga disebut sebagai Weak AI atau Narrow AI. Sejauh ini, ANI merupakan satu-satunya tipe AI yang berhasil direalisasikan. Sesuai namanya, ANI fokus pada satu tugas, seperti voice assistants, facial recognition, mengendarai mobil, dan lain sebagainya.
Dalam satu dekade terakhir, ada beberapa terobosan di bidang Narrow AI. Contohnya, kini, ada AI yang bisa digunakan untuk mendiagnosa kanker. Selain itu, juga ada narrow AI yang digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari, seperti Alexa dari Amazon, Cortana buatan Microsoft, dan Siri dari Apple. Teknologi self-driving car yang dibanggakan oleh Tesla juga masuk dalam kategori ANI.
Teknologi yang digunakan di balik ANI adalah Natural Language Processing (NLP). Keberadaan NLP akan sangat terasa ketika Anda berinteraksi dengan chatbot atau voice assistant seperti Alexa. Dengan NLP, AI bisa berinteraksi dengan manusia menggunakan bahasa yang natural, menurut Codebots.
Secara garis besar, narrow AI bisa dibagi ke dalam dua tipe: reactive AI atau limited memory AI.Reactive AI memiliki fitur yang lebih sederhana dari AI dengan memori terbatas. Pasalnya, reactive AI hanya akan bereaksi berdasarkan parameter yang sudah diatur. Ia tidak memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalamannya di masa lalu.
Sebaliknya, limited memory AI dilengkapi dengan storage dan kemampuan untuk belajar. Jadi, ia akan bisa menyesuaikan responsnya berdasarkan apa yang telah ia pelajari. Kebanyakan AI yang ada saat ini masuk dalam kategori limited memory AI. Untuk "mencerdaskan" AI, ia biasanya dilatih menggunakan teknik deep learning menggunakan data dalam jumlah banyak.
Jika dibandingkan dengan AGI, narrow AI mungkin terdengar sederhana, karena ia hanya fokus untuk mengerjakan satu tugas. Meskipun begitu, keberadaan ANI telah memberikan banyak kemudahan dalam kehidupan manusia, seperti yang disebutkan oleh Spiceworks.
Contohnya, Watson buatan IBM dapat membantu para dokter untuk mengambil keputusan medis dengan lebih cepat, berdasarkan data yang ia punya. Narrow AI juga bisa membantu banyak orang dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam memfilter email spam.
Terakhir, keberadaan narrow AI akan menjadi pondasi bagi para peneliti dan akademisi untuk membangun AI yang lebih canggih. Saat ini, teknologi speech recognition memungkinkan komputer untuk mengubah input suara menjadi teks. Sementara computer vision dapat membuat mesin mengenali objek tertentu, seperti wajah manusia atau mengelompokkan objek.
Referensi:
ZDNet. https://www.zdnet.com/article/what-is-artificial-general-intelligence/
McKinsey. https://www.mckinsey.com/capabilities/operations/our-insights/an-executive-primer-on-artificial-general-intelligence
Codebots. https://codebots.com/artificial-intelligence/the-3-types-of-ai-is-the-third-even-possible
Spiceworks. https://www.spiceworks.com/tech/artificial-intelligence/articles/what-is-narrow-ai/
Penulis: Ellavie Ichlasa Amalia
Artikel ini pertama kali terbit tanggal 26 Januari 2023 pada tautan https://hybrid.co.id/post/perbedaan-agi-dan-ani
© 2019 Perpustakaan BSN. All Rights Reserved.
Powered by SLiMS.