Berita

Menu ini memuat perkembangan kabar dan informasi terkini tentang Perpustakaan Badan Standardisasi Nasional, ditulis untuk disampaikan kepada para pengunjung dan masyarakat umum

Perpustakaan Tidak Butuh Pustakawan Loyo!!!

Admin —
  391

Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu.

Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia?

Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan.

Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita?

Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri?

Mari, kita bercermin dan introspeksi.

 

 

Sumber:http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html

Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu. Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia? Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan. Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita? Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri? Mari, kita bercermin dan introspeksi.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu. Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia? Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan. Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita? Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri? Mari, kita bercermin dan introspeksi.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu. Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia? Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan. Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita? Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri? Mari, kita bercermin dan introspeksi.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu. Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia? Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan. Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita? Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri? Mari, kita bercermin dan introspeksi.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu. Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia? Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan. Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita? Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri? Mari, kita bercermin dan introspeksi.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu. Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia? Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan. Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita? Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri? Mari, kita bercermin dan introspeksi.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu. Perpustakaan pernah identik dengan ruang yang sepi, malas atau bahkan pulas. Fenomena ini dirasakan di banyak perpustakaan konvensional yang tidak dikembangkan dengan baik. Pertanyaannya adalah, siapa yang harus bertanggungjawab atas kemunduran perpustakaan di Indonesia? Kita harus mencoba untuk berhenti mengeluh, mengumpat dan memaki, kemudian memilih diam dan mengambil satu langkah kecil menuju perubahan. Tidak perlu berdebat kusir mencari kambing hitam atas setiap kegagalan perpustakaan utuk survive mempertahankan eksistensinya selaras di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan seharusnya bisa tetap berkarya menebarkan konsep kemandirian dalam pendidikan (self learning) dan belajar sepanjang hayat (long life learning) sebagai misi perpustakaan. Konsep-konsep tersebut sangat relevan dengan era sekarang, yang menuntut kemandirian siswa/ siswi dan speed yang sangat tinggi. Perpustakaan seharusnya juga bisa menjadi salah satu ruang publik yang paling demokratis (laboratorium demokrasi), karena setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama di perpustakaan. Kompetisi yang sangat ketat saat ini tidak akan menyisakan tempat bagi perpustakaan yang loyo, yang ogah-ogahan meniti jalan perubahan dan manja. Hanya perpustakaan yang berkinerjalah yang akan tetap eksis lolos dari seleksi zaman, dan hanya seorang profesional yang berkinerja dan berkawan dengan perubahanlah yang mampu menggerakkan perpustakaan yang terpercaya. Ada baiknya, kita bercermin untuk melihat, merenungkan dan memastikan siapa diri kita, karya apakah yang sudah kita sumbangkan untuk perpustakaan kita? Barangkali kita perlu mengambil sudutpandang yang sedikit lebih bijaksana demi pendidikan nasional. Saya ingat guru saya, seorang pustakawan berkata “Jangan tanyakan apa yang diberikan perpustakaan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan kepada perpustakaanmu.” Berpulang kepada para pustakawan sendiri, apa yang sudah diberikan oleh Pustakawan bagi perpustakaannya sendiri? Mari, kita bercermin dan introspeksi.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html
Pustakawan adalah suatu profesi yang memiliki standar-standar keilmuan dan teknis yang baku. Meskipun tidak populer Ilmu Informasi dan Perpustakaan merupakan salah satu bidang keilmuan yang diajarkan di banyak perguruan tinggi di seluruh dunia. Yang ingin kami tegaskan di sini adalah, Pustakawan adalah profesi. Artinya, pustakawan memiliki kualifikasi profesional dan kode etik sebagai tanggungjawab moral. Profesionalisme yang berkinerja membangun minat baca masyarakat, serta tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Perlu diingat proses pendidikan tidak harus terjadi dalam lembaga yang disebut dengan sekolah, perpustakaan harus bisa mengambil peran itu.

Sumber: http://www.pemustaka.com/perpustakaan-tidak-butuh-pustakawan-loyo.html

© 2019 Perpustakaan BSN. All Rights Reserved.
Powered by SLiMS.