Di kalangan pegiat advokasi keterbukaan informasi publik, istilah PPID sudah menjadi menu sehari-hari. Tetapi belum masuk ke dalam kamus hukum.
Dunia perundang-undangan Indonesia mulai mengenal istilah PPID dalam konteks keterbukaan informasi sejak 2008. Konteks keterbukaan informasi penting digarisbawahi karena ada juga sebutan PPID yang sering muncul ketika Pengadilan Tipikor Jakarta mulai menyidangkan perkara Wa Ode Nurhayati. Wa Ode, kala itu anggota DPR, diduga menerima suap proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah, yang kemudian disingkat PPID.
PPID dalam konteks keterbukaan informasi bermakna lain. PPID adalah sebutan yang digunakan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). PPID adalah singkatan dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. Secara sederhana PPID adalah orang yang ditugaskan menduduki jabatan tertentu yang tugasnya mengelola informasi dan dokumentasi di suatu Badan Publik. Jadi, setiap Badan Publik idealnya memiliki PPID.
Pasal 1 angka 9 UU KIP menjelaskan PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik. Dari definisi ini terungkap bahwa PPID mengemban tanggung jawab yang tidak mudah. Tugasnya mengemban tata kelola informasi internal, dan membawa citra lembaga ke luar melalui layanan informasi. Baik buruknya pengelolaan laman suatu lembaga negara, misalnya, ada di pundak PPID. Tugas-tugas PPID berkaitan erat dengan pengarsipan, pengelolaan pustaka, dokumentasi kegiatan, dan pelayanan publik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas PPID bisa ditelusuri dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP. PPID bertugas dan bertanggung jawab dalam banyak hal mulai dari mengelola semua informasi dari semua satuan kerja di Badan Publik, hingga mengatur cara pelayanan informasi yang baik, cepat, sederhana, dan benar. Kalau ada permohonan informasi pun PPID-lah yang menjadi garda terdepan menanganinya agar tak menimbulkan sengketa informasi publik.
Kalau ditelusuri lebih jauh, tugas PPID berkaitan pula dengan tanggung jawab yuridis. Tengoklah pasal 14 PP No. 61 Tahun 2010. Di sana PPID bertanggung jawab menetapkan klasifikasi informasi: rahasia atau tidak. Juga melakukan uji konsekuensi sebelum menetapkan status suatu informasi yang diminta. Jika salah menetapkan, PPID akan terjepit dalam kepentingan melindungi atasan dengan kepentingan melayani hak masyarakat atas informasi.
Pasal 52 UU KIP mengancam pidana setiap Badan Publik yang tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik jika tindakan itu merugikan orang lain. Informasi publik dimaksud berupa informasi publik secara berkala, informasi yang wajib diumumkan serta merta, informasi yang wajib tersedia setiap saat, dan informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan. Ancaman pidana ke Badan Publik itu secara tidak langsung menyasar PPID sebagai orang yang bertanggung jawab.
Syarat kompetensi
Pertanyaan yang sering mengemuka saat membicarakan tugas dan tanggung jawab tersebut adalah kualifikasi PPID. Siapa yang layak jadi PPID? PPID bukanlah struktur baru dalam suatu Badan Publik. Sehingga ia tugas dan fungsinya dimasukkan ke dalam satuan kerja yang sudah ada.
Inilah yang dalam praktek sering menimbulkan perdebatan. Terutama setelah Mendagri Gamawan Fauzi mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Di satu sisi, ada semangat menjadikan pejabat Humas sebagai PPID, tetapi di sisi lain ada yang lebih menekankan pada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika di daerah
Salah satu kualifikasi yang disebut dalam PP No. 61 Tahun 2010 adalah kompetensi. Pasal 13 menyebutkan “PPID dijabat oleh seseorang yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan informasi dan dokumentasi”. Kompetensi itu ditetapkan pimpinan Badan Publik bersangkutan.
Pada prakteknya, tak semua PPID memiliki kompetensi di bidang informasi dan dokumentasi, terutama menyangkut teknis pendokumentasian dan pengarsipan informasi. Karena itu, dalam menjalankan tugasnya, PPID dapat dibantu oleh pejabat fungsional seperti arsiparis, pustakawan, pranata humas, dan pranata komputer.
Jika Anda menemukan website suatu Badan Publik bermasalah, tidak update, tak menyediakan informasi yang seharusnya, Anda patut mempertanyakan kompetensi PPID di lembaga tersebut.
Sumber : http://www.hukumonline.com
© 2019 Perpustakaan BSN. All Rights Reserved.
Powered by SLiMS.